Jumat, 25 November 2016



ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Nama                           : SAMALAN NASUTION
Nim                             : 71153023
Jurusan                        : ILKOM-1
Fakultas                       : SAINTEK
Semester                      : III
Perguruan Tinggi         : UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATERA UTARA
Dosen                          : DR.JA’FAR, MA
Mata Kuliah                : Akhlak Tasawuf

RESUME BAB IV (INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS )
Identitas buku
Judul buku      : GERBANG TASAWUF
Pengarang       : DR.JA’FAR, MA
Tahun terbit     : SEPTEMBER 2016

INTEGRASI TASAWUF DAN SAINS
   A.    Interaksi Dalam Sejarah Islam.
Dalam sejarah islam, ditemukan seorang ahli astronomi, ahli biologi, ahli matematika, dan ahli arsitektur yang mumpuni dalam bidang ilmu – ilmu keislaman seperti tauhid, fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang ilmu – ilmu kealaman, para pemikir muslim klasik menempuh pola hidup sufistik, dan kajian – kajian ilmiah mereka diarahkan pada pencapaian tujuan – tujuan religius dan spiritiual.
Para filsuf dari mahzab peripatetik merupakan para pemikir muslim yang berhasil mengintegrasikan filsafat yunani dengan ajaran islam yang bersumberkan kepada Al-quran dan hadis, lantaran tema- tema filsafat yunani diislamisasikan dan disesuaikan dengan pradigma islam. (DR.JA’FAR M.A., 102 / 2016)
1.      Al- jahiz, (w, 869) ahli dalam bidang sastra arab, biologi, zoologi, sejarah, filsafat, psikologi, teologi, dan politik .
2.      Al-Kindi (w, 873) menguasai seluruh bidang filsafat seperti metafisika, logika, etika,psikologi, kedokteran, farmakologi, mataematika, astrologi, optik, zoologi, dan meteorologi.
3.      Razi (w, 925) ahli dalam bidang filsafat, kimia, matamatika, sastra, dan kedokteran.
4.      Al – Farabi (w. 950), ahli dalam metafisika, etika, logika, matematika, musik , dan politik.
5.      Ibn Bajjah (w. 1138) seoarang astronom, filsuf, musisi, dokter, fisikawan, psikolog, dan botanis.
6.      Ibn Thufail (w. 1185) seorang ahli filsafat, kedokteran dan hukum islam.
7.      Al –Ghazali (w. 1111) seorang teolog, filsuf, dan sufi.
8.      Umar Khayyam (w. 1131) adalah matematikawan, astronom, dan sufi.
9.      Ikhwan Al-shafa (abad 10 masehi) menguasai filsafat, psikologi, biologi dan fisika.
10.  Ibn Al- Haitsam (w. 1039) tokohdalam bidang falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat.
11.  Al-Biruni (w. 1048) merupakan matamatikawan, astronom, fisikawan, filsuf, sejarawan, ahl farmasi, dan dokter.
12.  Ibn Rusyd (w. 1198) pakar kedokteran, hukum islam, matematika, dan filsafat.
13.  Ibn Sina (w. 1037) menguasai filsafat, kedokteran, astronomi, kimia, geografi, geologi, psikologi, logika, matematika, fisika, dan puisi.
14.  Fakhr al-Din al-Razi (w. 1209) ahli filsafat, tasawuf, kedokteran, tafsir, dan fikih.
Diantara prestasi mereka sebagai ilmuwan muslim adalah kemampuan mereka menguasai dan mengintegrasikan ilmu – ilmu rasional, ilmu – ilmu empirik, dan ilmu – ilmu kewahyuan. Dengan demikian integrasi islam bukan hal yang baru. Sebab para ilmuwan muslim klasik telah mengerjakan proyek ilmuwan sepanjang masa keemasan islam(DR.JA’FAR M.A., 104 / 2016)
   B.     Integrasi dalam ranah ontologi
Ontologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang esensi segala sesuatu, ontologi merupakan bagian dari metafisika yang merupakan bagian dari filsafat, dan membahas teori tentang keberadaan seperti makna keberadaan dan karakteristik esensial keberadaan. Visi spiritual kaum sufi seperti Ibn ‘Arabi, Suhrawardi dan Mulla Shadra, dan visi intelektual kaum filsuf rasional seperti al- Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rasyd mengenai dunia fisik kurang banyak mengilhami saintis muslim. Muslim modern dalam pengembangan ilmu – ilmu kealaman. Sebab itulah karya-karya monumental mereka perlu dikenalkan kepada para mahasisiwa muslim yang menekuni bidang sains dan teknologi.
Dari persfektif Ibn ‘Arabi, alam merupakan manifesti sifat-sifat Allah Swt., dan cermin bagi-Nya. Saintis muslim sebagai peneliti alam empirik (terutama dunia mineral, timbuhan, binatang dan manusia) harus menyadari bahwa alam merupakan ciptaan dan manifesti Allah Swt., dan ajaran islam mengajarkan bahwa alam merupakan tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan-Nya. (DR.JA’FAR M.A., 106 / 2016)
C.     Interaksi dalam ranah epistemologi
Epistemologi dimaknai sebagaicabang filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok epistemologi adalah makna pengetahuan, kemungkinan manusia meraih pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahhui. Dengan demikian epistemilogi adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu.
Kajian-kajian ilmu –ilmu alam mengandalkan metode observasidan eksperimen yang disebut dalam epistemologi islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf mengandalkan metode irfani, yang biasa disebut metode takziyah an-nafs.
Dari aspek ini Saintis Muslim, meskipun lebih banyak mengedepankan metode tajribi (observasi dan eksperimen) dalam mengembangkan ilmu-ilmu alam, tetap perlu mengambil metode tasawuf dalam menemukan ilmu kebenaran, dimana kaum sufi mengedepankan metode takziyah an-nafs (penyucian jiwa) dengan melaksanakan berbagai ritual ibadah. (DR.JA’FAR M.A., 108 / 2016)
   D.    Interaksi dalam ranah aksiologi.
Aksilogi bermakna teori nilai investigasi terhadap asal, kriteria, dan status metafisik dari nilai tersebut. Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir dari segala sesuatu. Dari aspek etika akademik, nilai – nilai lihur tasawuf dapat menjadi landasan etis seorang ilmuwan dalam pengembangan Sains dan Teknologi. Konsep al-maqamat dan al-ahwal dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis sebagai ilmuwan muslim.
Serang saintis muslim harus mempunyai sikap :
1.       zuhud dan fakir, dalam arti ia menampilkan hidup sederhana meskipun banyak harta, bersikap dermawan.
2.      Sabar dalam ibadah termasuk dalam riser yang didasari oleh etika religius.
3.      Tawakkal artinya menyerahkan hasul kegiatan akademik dan sosialnya hanya kepada Allah Swt.,
4.      Cinta ia hanya melakukan kegiatan akademik dan sosialnya atas dasar kecintaan kepada Allah Swt.
5.      Rida, artinya menerima dengan tentram, tenang dan bahagia atas hasil kegiatan akademik dan sosialnya. (DR.JA’FAR M.A., 110 / 2016)

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapt saya ambil ialah bahawa banyaknya para banyaknya para pemikir atau filsuf muslim yang merupakan ahli dalam banyak bidang tidak seperti saat sekarang ini dan dalam proses mendapatkan ilmu seorang saintis muslim haruslah menampilkan sikap sufistik dapat manfaat akhir dari segala sesuatunya sebabalam merupakan manifesti sifat – sifat Allah Swt., dan cermin bagi-Nya.

RELEVASI DALAM BIDANG
Dikarenakan karna kita berada dalam bidang saintek mka dalam meraih iilmu atau pengetahuan dalam bidang tersebut senantiasa kita harus beruasaha agar kita selalu bersifat sufistik agar hati menjadi damai dan kita mendapatkan manfaat akhir dari suatu pengetahuan yang kita dapatkan karena Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar